Indo2Global.com – Pilpres AS yang berlangsung pada 5 November 2024 tunjukkan persaingan antara Wakil Presiden Kamala Harris dan mantan Presiden Donald Trump semakin sengit. Hasil survei terbaru dari Ipsos, yang diterbitkan oleh ABC News pada Senin malam waktu AS, mengungkapkan bahwa dukungan terhadap Harris dan Trump bersaing ketat, menunjukkan bahwa kedua kandidat berada pada posisi yang hampir seimbang dalam mendapatkan dukungan publik AS.
Survei nasional ini dilakukan pada periode 1-3 November dengan margin of error sebesar 3,4 persen untuk calon pemilih dan 3 persen untuk populasi dewasa. Hasilnya, jika pemilihan diadakan pada Senin, separuh dari total pemilih yang disurvei menyatakan akan mendukung Harris, sementara 48 persen lainnya menyatakan dukungan untuk Trump. Selisih yang tipis ini mencerminkan ketatnya persaingan antara kedua kandidat.
Dalam survei tersebut, Kamala Harris menunjukkan keunggulan dalam hal kebijakan kesehatan dan penanganan ekstremisme politik. Dukungan terhadap Harris tampak lebih besar pada isu-isu yang berkaitan dengan pendekatan sosial, yang menjadi salah satu sorotan utama dalam kampanyenya.
Namun, Trump memiliki keunggulan dalam isu ekonomi, kebijakan imigrasi, dan urusan luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Harris kuat dalam hal kebijakan sosial, Trump berhasil mempertahankan posisinya dengan menyoroti isu ekonomi yang menjadi perhatian utama sebagian besar pemilih AS.
Sejauh ini, menurut Reuters, sekitar 82 juta pemilih telah menggunakan hak suaranya melalui pemilihan awal. Pemilih lainnya akan memberikan suara pada 5 November, waktu setempat, saat pemilu berlangsung.
Dalam sistem pemilu AS, presiden tidak ditentukan oleh suara terbanyak secara nasional, melainkan melalui “Electoral College” yang terdiri dari 538 elektor. Setiap negara bagian memiliki jumlah elektor yang sebanding dengan jumlah perwakilan mereka di Kongres. Hampir semua negara bagian, kecuali Nebraska dan Maine, menerapkan aturan di mana seluruh elektor akan diberikan kepada kandidat yang menang di negara bagian tersebut.
Baca juga: Netanyahu Serukan Kebebasan Iran, Muncul Kekhawatiran Eskalasi Konflik
Jika Harris dan Trump tidak berhasil mencapai ambang batas mayoritas 270 suara elektoral, Konstitusi AS mengatur bahwa Kongres akan menentukan presiden. Dalam skenario tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat yang baru terpilih akan memilih presiden pada Januari, sementara Senat akan menentukan wakil presiden berikutnya.
Para pengamat politik menganggap ada kemungkinan Electoral College menghasilkan kebuntuan dengan perolehan suara elektoral 269-269. Salah satu contoh skenario tersebut adalah jika Harris menang di negara bagian Wisconsin, Michigan, dan Pennsylvania, sementara Trump menang di negara bagian Georgia, Arizona, Nevada, dan North Carolina, serta memperoleh satu distrik di Nebraska yang condong ke Partai Republik.
Pilpres AS kali ini juga akan bersamaan dengan pemilihan untuk anggota House of Representatives, Senat, serta sejumlah jabatan gubernur dan pejabat daerah di 50 negara bagian AS. Dalam situasi ketat ini, hasil pemilu dapat memengaruhi keseimbangan kekuasaan di Washington, D.C., dengan dampak yang signifikan bagi kebijakan domestik maupun luar negeri.
Isu-isu utama seperti kesehatan, ekonomi, dan keamanan akan memainkan peran penting dalam menentukan preferensi pemilih. Di tengah dinamika politik yang memanas, masyarakat AS dihadapkan pada pilihan yang akan membentuk masa depan negara selama empat tahun ke depan.