Indo2global.com – Momen mengharukan terjadi di Basilika Santo Petrus ketika seorang biarawati lansia yang telah bersahabat dengan Paus Fransiskus selama lebih dari empat dekade diizinkan melanggar protokol untuk memberi penghormatan terakhir.
Suster Genevieve Jeanningros, seorang biarawati berkebangsaan Prancis-Argentina berusia 81 tahun, terlihat mendekati peti jenazah Paus Fransiskus pada hari pertama masa persemayaman. Dalam rekaman yang beredar luas di media sosial, ia melangkah melewati pembatas merah dengan bantuan seorang petugas yang memandunya hingga ke area yang biasanya hanya diperuntukkan bagi kardinal, uskup, dan imam.
Momen tersebut menunjukkan kedekatan emosional antara keduanya. Jeanningros tampil sederhana dengan mengenakan jilbab biru dan pakaian berwarna gelap. Ia berdiri diam di sisi peti terbuka, menatap jenazah sahabat lamanya yang kini telah berpulang. Tak lama berselang, air mata mengalir deras dari matanya, dan ia menutup wajah dengan kedua tangan, menggambarkan duka yang mendalam. Ia lalu mengusap air mata dengan tisu dan tetap berada di tempatnya selama beberapa saat, tanpa gangguan dari aparat keamanan.
Meski tindakannya menyalahi tata protokol resmi, pihak keamanan maupun otoritas gereja tidak melakukan tindakan pencegahan. Keputusan untuk memberikan ruang pribadi kepada Jeanningros dinilai sebagai bentuk penghormatan atas hubungan persahabatan yang telah terjalin lama antara dirinya dan sang Paus.
Diketahui, Suster Jeanningros bukan hanya sahabat dekat, namun juga tokoh kemanusiaan yang dihormati oleh Paus Fransiskus. Pada bulan Juli lalu, Paus bahkan secara pribadi mengunjungi Jeanningros di kawasan Ostia, Roma, sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi panjangnya dalam kegiatan kemanusiaan.
Paus Fransiskus sendiri diketahui kerap menyebut Jeanningros dengan julukan penuh kasih, “L’enfant terrible”, atau dalam bahasa Indonesia berarti “anak nakal.” Julukan tersebut mencerminkan dinamika persahabatan mereka yang erat dan bersahaja, jauh dari kesan formal protokoler.
Kehadiran Suster Jeanningros di saat-saat terakhir Paus Fransiskus menjadi simbol kuat persahabatan sejati yang melampaui batasan jabatan dan status dalam struktur gereja. Banyak umat yang menyaksikan momen itu mengungkapkan rasa haru dan menghormati bagaimana nilai-nilai kemanusiaan tetap dijunjung tinggi bahkan di tengah tradisi yang ketat.
Momen ini menjadi pengingat bahwa dalam duka yang mendalam, hubungan personal dan kemanusiaan seringkali lebih kuat dari sekadar aturan tertulis. Keputusan Vatikan untuk memberikan kelonggaran protokol menunjukkan bahwa empati dan penghargaan terhadap hubungan antarmanusia tetap menjadi bagian penting dari nilai-nilai spiritual Gereja Katolik.
Kini, Suster Jeanningros telah memberikan salam perpisahan terakhirnya, bukan sekadar sebagai umat, tetapi sebagai sahabat lama yang pernah berbagi perjalanan spiritual bersama sang pemimpin umat Katolik dunia.