Indo2global.com – Michael Oren, seorang diplomat Zionis, memberikan gambaran mengerikan mengenai potensi dampak perang habis-habisan antara Israel dan Hizbullah. Dalam analisis yang diterbitkan oleh Foreign Policy (FP), Oren menyatakan bahwa Israel bisa mengalami kelumpuhan yang mengerikan dalam tiga hari pertama konflik skala besar karena seluruh infrastruktur vital negara itu menjadi target serangan Hizbullah. Infrastruktur tersebut mencakup kilang minyak, pangkalan udara, dan yang terpenting, situs nuklir Dimona.
Kekhawatiran akan eskalasi konflik meningkat setelah Hizbullah melancarkan serangan roket paling signifikan ke Israel pekan lalu. Serangan ini merupakan balasan atas serangan udara Israel yang menewaskan seorang komandan senior kelompok tersebut. Serangan tersebut dimulai pada 8 Oktober 2023, dan sejak saat itu, Hizbullah telah meluncurkan ribuan roket, rudal anti-tank, dan drone ke Israel. Sebagai respons, Angkatan Udara Israel melakukan ratusan serangan udara di Lebanon selatan. Menurut FP, sekitar 140.000 orang telah mengungsi dari rumah mereka di kedua sisi perbatasan akibat konflik ini.
Dalam wawancara dengan FP, Michael Oren menekankan betapa mengerikannya potensi serangan Hizbullah. “Saya telah membaca perkiraan mengenai apa yang dapat dilakukan Hizbullah terhadap kita dalam tiga hari, yang sungguh mengerikan,” kata Oren. “Anda berbicara tentang menghancurkan semua infrastruktur penting kami, kilang minyak, pangkalan udara, Dimona,” tambahnya, merujuk pada situs nuklir Israel.
Meskipun ada seruan dari Amerika Serikat dan sekutu Barat lainnya untuk deeskalasi, Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, pada hari Selasa menyatakan bahwa negaranya sedang mempertimbangkan opsi perang dengan Lebanon. “Dalam perang total, Hizbullah akan dihancurkan dan Lebanon akan terkena dampak paling parah,” klaim Katz. Namun, laporan FP menekankan bahwa Israel juga akan menderita kerugian signifikan. Menurut laporan dari Center for International and Strategic Studies (CSIS), Hizbullah adalah musuh yang jauh lebih tangguh dibandingkan Hamas, karena memiliki persenjataan paling berat di dunia untuk aktor non-negara.
Pada hari Selasa, Hizbullah merilis rekaman drone dari Pelabuhan Haifa di Israel, yang terletak 17 mil dari perbatasan Lebanon. Rekaman ini adalah upaya untuk menembus pertahanan udara Israel dan menjangkau jauh ke dalam wilayah negara tersebut. Hizbullah juga diperkirakan telah mengembangkan jaringan terowongan di bawah Lebanon, yang menurut beberapa analis Israel, lebih luas daripada yang digunakan oleh Hamas.
Daniel Byman, seorang profesor di Fakultas Pelayanan Luar Negeri Universitas Georgetown, menyarankan bahwa gencatan senjata di Gaza dapat menjadi kunci deeskalasi di perbatasan utara Israel. “Saya pikir jika Hamas menyetujui gencatan senjata, Hizbullah juga akan menghormatinya,” kata Byman. “Secara umum sudah diusahakan proporsional,” tambahnya.
Penasihat senior Presiden AS Joe Biden, Amos Hochstein, tiba di Israel pada hari Senin untuk mengatasi meningkatnya konflik antara Israel dan Hizbullah. Hochstein, yang berperan penting dalam perjanjian batas laut antara Israel dan Lebanon pada Oktober 2022, berkunjung di tengah bentrokan perbatasan yang intens. Sejak perang Gaza dimulai pada Oktober lalu, baku tembak setiap hari telah menyebabkan ribuan orang mengungsi di kedua sisi perbatasan Israel-Lebanon. Washington prihatin dengan eskalasi serius menyusul pembunuhan seorang komandan senior Hizbullah baru-baru ini, yang memicu peluncuran ratusan roket dan drone ke Israel utara.
Meningkatnya ketegangan ini dapat memaksa sistem politik di kedua negara untuk merespons dengan cara yang dapat membawa konflik ke level yang lebih berbahaya. Amos Hochstein sedang berupaya meredakan ketegangan ini melalui diplomasi, tetapi jalan menuju perdamaian masih panjang dan penuh tantangan. Dalam situasi yang terus berkembang ini, para pemimpin dunia diharapkan terus mendorong langkah-langkah deeskalasi untuk mencegah pecahnya perang total yang bisa membawa kehancuran bagi kedua belah pihak.
Konflik antara Israel dan Hizbullah terus menjadi ancaman serius bagi stabilitas kawasan. Dengan potensi dampak yang menghancurkan bagi kedua negara, langkah-langkah diplomasi dan upaya deeskalasi menjadi sangat penting. Perang total bukan hanya akan menghancurkan Hizbullah dan Lebanon, tetapi juga membawa kerugian besar bagi Israel, yang infrastruktur vitalnya bisa lumpuh dalam tiga hari pertama perang.
Dengan ketegangan yang terus memuncak, komunitas internasional diharapkan dapat berperan aktif dalam menengahi konflik ini demi mencapai perdamaian yang berkelanjutan.
Baca juga: Mahkamah Internasional Gelar Sidang Terbuka Terkait Permintaan Afrika Selatan terhadap Israel
Sumber: Sindonews.